Sejarah Letusan dan Fakta Gunung Agung Bali
SEJARAH LETUSAN DAN FAKTA GUNUNG AGUNG BALI - Bali merupakan salah satu destinasi wisata yang cukup menarik perhatian baik wisatawan lokal maupun wisatawan asing. Bahkan masyarakat Indonesia sendiri banyak yang berkeinginan menggunjungi Bali karena memiliki banyak sekali wisata yang ada disana. Bagi anda para pecinta gunung pasti tidak asing lagi mendengar nama Gunung Agung.
Bali terkenal dengan Pulau Dewata nya, namun bukan hanya itu saja yang bisa anda manfaatkan jika mengunjungi Bali, apalagi jika anda menyukai destinasi alam yang menakjubkan disarankan kalian wajib mendaki Gunung Agung.
Gunung Agung memiliki ketinggian 3142 mdpl dan menurut warga sekitar dijuluki sebagai rumah dewa. Terdapat sebuah candi di starting point Gunung Agung yang bernama Pura Besakih. Jika sudah sampai puncak kalian bisa melihat kota Bali seutuhnya dan 360 derajat kalian bisa melihat Pulau Lombok & Gunung Rinjani.
Sejarah Gunung Agung
Bagi kepercayaan orang Bali Gunung Agung merupakan rumah para Dewa bersemayam dan terdapat Istana Dewa di Gunung tersebut. Mengutip buku Custodian of the Sacred Mountains: Budaya dan Masyarakat di Pulau Bali karya Thomas Rueter, menuturkan bahwa Maharishi Markandeya orang pertama yang memimpin pelarian Majapahit ke Bali, sebelumnya eksodus yang dipimpin Markandeya berjumlah 800 orang tewas akibat wabah penyakit.
SEJARAH LETUSAN GUNUNG AGUNG
Pada tahun itu Gunung Agung melontarkan abu dan batu apung dengan jumlah luar biasa.
Gunung Agung meletus lagi. Letusannya disebut normal tetapi tak ada keterangan terperinci. Letusannya juga dinilai tak sedahsyat letusan pada tahun 1808.
Gunung Agung meletus lagi pada tahun 1843, didahului sejumlah gempa bumi, kemudian memuntahkan abu vulkanik, pasir, dan batu apung.
Gunung Agung terakhir meletus pada Februari 1963 hingga Januari 1964. Pada tanggal 18 Februari 1963, penduduk lokal mendengar suara letusan keras dan melihat asap tebal keluar secara vertikal dari puncak Gunung Agung. Letusan ini mengeluarkan abu panas dan gas setinggi hampir 20.000 meter. Material ini sampai mengurangi sinar matahari dan membuat suhu udara di lapisan stratosfer turun 6 °C (10.8 °F). Pada tahun 1963-1966, rata-rata suhu di bumi bagian utara sampai turun 0.4 °C. Abu Belerang dari erupsi gunung ini beterbangan keseluruh dunia dan jejaknya sampai terlihat sebagai sulfur acid di dalam lapisan es di Greenland.
Pada 24 Februari 1963, lahar mulai mengalir turun dari bagian utara gunung. Lahar terus mengalir selama 20 hari dan mencapai kejauhan hingga 7 km. Pada 17 Maret 1963, Gunung Agung meletus dengan Indeks Letusan sebesar VEI 5 (setara letusan Gunung Vesuvius) dan kembali meletus pada tanggal 17 Mei 1963. Jumlah kematian yang disebabkan seluruh proses letusan Gunung Agung mencapai 1.148 orang dengan 296 orang luka-luka.
Pada bulan September 2017, peningkatan aktivitas gemuruh dan seismik di sekitar gunung berapi menaikkan status normal menjadi waspada dan sekitar 122.500 orang dievakuasi dari rumah mereka di sekitar gunung berapi. Badan Nasional Penanggulangan Bencana mendeklarasikan zona eksklusi sepanjang 12 kilometer di sekitar gunung berapi tersebut pada tanggal 24 September.
Pada tanggal 18 September 2017, status Gunung Agung dinaikkan dari Waspada menjadi Siaga. Evakuasi berkumpul di balai olahraga dan bangunan masyarakat lainnya di sekitar Klungkung, Karangasem, Buleleng dan daerah lainnya. Stasiun pemantau tersebut berlokasi di Tembuku, Rendang, Kabupaten Karangasem, dimana intensitas dan frekuensi tremor dipantau untuk tanda-tanda letusan yang akan terjadi.
Pada tanggal 22 September 2017, status Gunung Agung dinaikkan dari Siaga menjadi Awas. Daerah tersebut mengalami 844 gempa vulkanik pada tanggal 25 September, dan 300 sampai 400 gempa bumi pada tengah hari pada tanggal 26 September. Ahli seismologi telah khawatir dengan kekuatan dan frekuensi insiden karena telah mengambil lebih sedikit gunung berapi serupa untuk meletus.
Pada akhir Oktober 2017, status diturunkan dari Awas menjadi Siaga. Aktivitas gunung berapi tersebut menurun secara signifikan, yang menyebabkan turunnya status darurat tertinggi pada tanggal 29 Oktober.
Ada letusan freatik kecil yang dilaporkan pada tanggal 21 November 2017, pukul 17.05 WITA dengan kolom abu vulkanik mencapai 3842 meter (12605 ft) di atas permukaan laut. Ribuan orang segera melarikan diri dari wilayah tersebut, dan lebih dari 29.000 pengungsi sementara dilaporkan tinggal di lebih dari 270 lokasi di dekatnya.
Sebuah erupsi magmatik dimulai pada hari Sabtu, 25 November 2017. Letusan dahsyat yang dihasilkan dilaporkan meningkat sekitar 1,5-4 km di atas kawah puncak, melayang ke arah selatan dan membersihkan daerah sekitar dengan lapisan gelap abu tipis, yang menyebabkan beberapa maskapai penerbangan membatalkan penerbangan menuju Australia dan Selandia Baru. Tingkat bahaya resmi tetap di 3, dengan penduduk disarankan untuk tinggal 7,5 km jauhnya dari kawah. Sejauh ini letusannya tampak moderat, dengan kemungkinan letusan lebih intensif dalam waktu dekat. Cahaya jingga kemudian diamati di sekitar kawah di malam hari, menunjukkan bahwa magma segar memang telah sampai ke permukaan. Pada tanggal 26 November 2017, pukul 23:37 WITA, sebuah letusan kedua terjadi. Ini adalah letusan kedua yang meletus dalam waktu kurang dari seminggu.
Tanggal 10 Maret 2018, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi ( PVMBG) menurunkan status Gunung Agung, Karangasem, dari level IV (Awas) menjadi level III (Siaga). Perubahan status ini diumumkan langsung oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan.
Tanggal 11 April 2018 pukul 09.04 Wita, Gunung Agung kembali menyemburkan abu vulkanik setinggi 500 meter. Kolom asap dan abu berwarna kelabu terlihat condong ke arah barat daya.
Tanggal 28 Juni 2018 pukul 10.30 WITA, Gunung Agung mengeluarkan asap hingga Jumat dini hari yang menyebabkan hujan abu di bagian barat hingga barat daya dan menyebabkan Bandar Udara Internasional Ngurah Rai, Bandar Udara Banyuwangi dan Bandar Udara Jember resmi ditutup sejak Jumat pukul 03.00 WITA hingga 19.00 WITA menyusul hembusan Gunung Agung yang terus menerus mengeluarkan asap dan abu vulkanik.
Tanggal 2 Juli 2018 pukul 21.04 WITA, Gunung Agung kembali meletus. Kali ini dengan melontarkan lahar dengan radius 2 km. Erupsi terjadi secara strombolian dengan suara dentuman. Istilah tipe strombolian diambil dari kata Stromboli, nama gunung api di pulau Stromboli Italia yang terletak di Laut Thyrene, Mediterania. Ciri-ciri erupsi strombolian yakni adanya erupsi-erupsi kecil dari gas dan fragmen-fragmen atau serpihan magma. Dalam laporan PVMBG Kementerian ESDM, erupsi Gunung Agung terjadi pada Senin (2/7/2018) dan Selasa (3/7/2018) pukul 04.13 Wita.
Tinggi kolom abu pada letusan malam tadi teramati ±2.000 m di atas puncak (±5.142 m di atas permukaan laut). Kolom abu teramati berwarna kelabu dengan intensitas tebal condong ke arah barat. Status Gunung Agung saat ini tetap berada di level 3 atau siaga dengan radius bahaya 4 kilometer dari kawah.
Bali terkenal dengan Pulau Dewata nya, namun bukan hanya itu saja yang bisa anda manfaatkan jika mengunjungi Bali, apalagi jika anda menyukai destinasi alam yang menakjubkan disarankan kalian wajib mendaki Gunung Agung.
Gunung Agung memiliki ketinggian 3142 mdpl dan menurut warga sekitar dijuluki sebagai rumah dewa. Terdapat sebuah candi di starting point Gunung Agung yang bernama Pura Besakih. Jika sudah sampai puncak kalian bisa melihat kota Bali seutuhnya dan 360 derajat kalian bisa melihat Pulau Lombok & Gunung Rinjani.
Sejarah Gunung Agung
Bagi kepercayaan orang Bali Gunung Agung merupakan rumah para Dewa bersemayam dan terdapat Istana Dewa di Gunung tersebut. Mengutip buku Custodian of the Sacred Mountains: Budaya dan Masyarakat di Pulau Bali karya Thomas Rueter, menuturkan bahwa Maharishi Markandeya orang pertama yang memimpin pelarian Majapahit ke Bali, sebelumnya eksodus yang dipimpin Markandeya berjumlah 800 orang tewas akibat wabah penyakit.
SEJARAH LETUSAN GUNUNG AGUNG
- 1808
Pada tahun itu Gunung Agung melontarkan abu dan batu apung dengan jumlah luar biasa.
- 1821
Gunung Agung meletus lagi. Letusannya disebut normal tetapi tak ada keterangan terperinci. Letusannya juga dinilai tak sedahsyat letusan pada tahun 1808.
- 1843
Gunung Agung meletus lagi pada tahun 1843, didahului sejumlah gempa bumi, kemudian memuntahkan abu vulkanik, pasir, dan batu apung.
- 1963
Gunung Agung terakhir meletus pada Februari 1963 hingga Januari 1964. Pada tanggal 18 Februari 1963, penduduk lokal mendengar suara letusan keras dan melihat asap tebal keluar secara vertikal dari puncak Gunung Agung. Letusan ini mengeluarkan abu panas dan gas setinggi hampir 20.000 meter. Material ini sampai mengurangi sinar matahari dan membuat suhu udara di lapisan stratosfer turun 6 °C (10.8 °F). Pada tahun 1963-1966, rata-rata suhu di bumi bagian utara sampai turun 0.4 °C. Abu Belerang dari erupsi gunung ini beterbangan keseluruh dunia dan jejaknya sampai terlihat sebagai sulfur acid di dalam lapisan es di Greenland.
Pada 24 Februari 1963, lahar mulai mengalir turun dari bagian utara gunung. Lahar terus mengalir selama 20 hari dan mencapai kejauhan hingga 7 km. Pada 17 Maret 1963, Gunung Agung meletus dengan Indeks Letusan sebesar VEI 5 (setara letusan Gunung Vesuvius) dan kembali meletus pada tanggal 17 Mei 1963. Jumlah kematian yang disebabkan seluruh proses letusan Gunung Agung mencapai 1.148 orang dengan 296 orang luka-luka.
- 2017
Pada bulan September 2017, peningkatan aktivitas gemuruh dan seismik di sekitar gunung berapi menaikkan status normal menjadi waspada dan sekitar 122.500 orang dievakuasi dari rumah mereka di sekitar gunung berapi. Badan Nasional Penanggulangan Bencana mendeklarasikan zona eksklusi sepanjang 12 kilometer di sekitar gunung berapi tersebut pada tanggal 24 September.
Pada tanggal 18 September 2017, status Gunung Agung dinaikkan dari Waspada menjadi Siaga. Evakuasi berkumpul di balai olahraga dan bangunan masyarakat lainnya di sekitar Klungkung, Karangasem, Buleleng dan daerah lainnya. Stasiun pemantau tersebut berlokasi di Tembuku, Rendang, Kabupaten Karangasem, dimana intensitas dan frekuensi tremor dipantau untuk tanda-tanda letusan yang akan terjadi.
Pada tanggal 22 September 2017, status Gunung Agung dinaikkan dari Siaga menjadi Awas. Daerah tersebut mengalami 844 gempa vulkanik pada tanggal 25 September, dan 300 sampai 400 gempa bumi pada tengah hari pada tanggal 26 September. Ahli seismologi telah khawatir dengan kekuatan dan frekuensi insiden karena telah mengambil lebih sedikit gunung berapi serupa untuk meletus.
Pada akhir Oktober 2017, status diturunkan dari Awas menjadi Siaga. Aktivitas gunung berapi tersebut menurun secara signifikan, yang menyebabkan turunnya status darurat tertinggi pada tanggal 29 Oktober.
Ada letusan freatik kecil yang dilaporkan pada tanggal 21 November 2017, pukul 17.05 WITA dengan kolom abu vulkanik mencapai 3842 meter (12605 ft) di atas permukaan laut. Ribuan orang segera melarikan diri dari wilayah tersebut, dan lebih dari 29.000 pengungsi sementara dilaporkan tinggal di lebih dari 270 lokasi di dekatnya.
Sebuah erupsi magmatik dimulai pada hari Sabtu, 25 November 2017. Letusan dahsyat yang dihasilkan dilaporkan meningkat sekitar 1,5-4 km di atas kawah puncak, melayang ke arah selatan dan membersihkan daerah sekitar dengan lapisan gelap abu tipis, yang menyebabkan beberapa maskapai penerbangan membatalkan penerbangan menuju Australia dan Selandia Baru. Tingkat bahaya resmi tetap di 3, dengan penduduk disarankan untuk tinggal 7,5 km jauhnya dari kawah. Sejauh ini letusannya tampak moderat, dengan kemungkinan letusan lebih intensif dalam waktu dekat. Cahaya jingga kemudian diamati di sekitar kawah di malam hari, menunjukkan bahwa magma segar memang telah sampai ke permukaan. Pada tanggal 26 November 2017, pukul 23:37 WITA, sebuah letusan kedua terjadi. Ini adalah letusan kedua yang meletus dalam waktu kurang dari seminggu.
- 2018
Tanggal 10 Maret 2018, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi ( PVMBG) menurunkan status Gunung Agung, Karangasem, dari level IV (Awas) menjadi level III (Siaga). Perubahan status ini diumumkan langsung oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan.
Tanggal 11 April 2018 pukul 09.04 Wita, Gunung Agung kembali menyemburkan abu vulkanik setinggi 500 meter. Kolom asap dan abu berwarna kelabu terlihat condong ke arah barat daya.
Tanggal 28 Juni 2018 pukul 10.30 WITA, Gunung Agung mengeluarkan asap hingga Jumat dini hari yang menyebabkan hujan abu di bagian barat hingga barat daya dan menyebabkan Bandar Udara Internasional Ngurah Rai, Bandar Udara Banyuwangi dan Bandar Udara Jember resmi ditutup sejak Jumat pukul 03.00 WITA hingga 19.00 WITA menyusul hembusan Gunung Agung yang terus menerus mengeluarkan asap dan abu vulkanik.
Tanggal 2 Juli 2018 pukul 21.04 WITA, Gunung Agung kembali meletus. Kali ini dengan melontarkan lahar dengan radius 2 km. Erupsi terjadi secara strombolian dengan suara dentuman. Istilah tipe strombolian diambil dari kata Stromboli, nama gunung api di pulau Stromboli Italia yang terletak di Laut Thyrene, Mediterania. Ciri-ciri erupsi strombolian yakni adanya erupsi-erupsi kecil dari gas dan fragmen-fragmen atau serpihan magma. Dalam laporan PVMBG Kementerian ESDM, erupsi Gunung Agung terjadi pada Senin (2/7/2018) dan Selasa (3/7/2018) pukul 04.13 Wita.
Tinggi kolom abu pada letusan malam tadi teramati ±2.000 m di atas puncak (±5.142 m di atas permukaan laut). Kolom abu teramati berwarna kelabu dengan intensitas tebal condong ke arah barat. Status Gunung Agung saat ini tetap berada di level 3 atau siaga dengan radius bahaya 4 kilometer dari kawah.
4 FAKTA GUNUNG AGUNG
- Gunung Agung Tidak Bisa Didaki Sembarang Waktu
Seperti yang banyak diketahui, di gunung Agung terdapat pura Besakih. Pura Besakih sendiri merupakan pura tertinggi di Bali. Karenanya, saat ada upaca keagamaan gunung Agung ditutup untuk pendakian. Aturan setempat menyebutkan bahwa tidak boleh ada yang lebih tinggi dari pura Besakih. Untuk itu, saat Anda ingin mendaki gunung tertinggi di pulau dewata ini, perlu ke pura Besakih terlebih dahulu untuk mengecek apakah ada upacara keagamaan atau tidak.
- Pernah Terdeteksi Anomali Termal di Gunung Agung
Anomali termal dideteksi oleh MODIS sepanjang tahun 2001-2002 di zona proksimal ke puncak gunung Agung. Peringatan pertama terjadi pada 23 September 2001 dan yang terbesar terjadi pada 12 Agustus dan 5 Oktober 2002. Semua peringatan tersebut terjadi di luar kawah puncak dan diasumsikan kebakaran dibandingkan aktivitas gunung berapi.
- Gunung Agung pernah meletus besar pada 1963-1964
Letusan gunung Agung di 1963-1964, salah satu letusan gunung terbesar di abad ke-20. Letusan ini dimulai pada 18 Februari 1963 dan berhenti pada 27 Januari 1964. Letusan ini juga disebut-sebut menurunkan suhu bmi sebesar 0,4 derajat celcius. Hal tersebut terjadi karena abu dan gas beracun dikeluarkan ke udara. Diwartakan ABC News, Senin (27/11/2017), menurut Richard Arculus, seorang profesor Emeritus bidang geologi di Universitas Nasional Australia, ketika gunung Agung meletus 54 tahun lalu, ia memuntahkan sejumlah besar abu dan sulfur dioksida ke atmosfer.
Sulfur dioksida itu kemudian bereaksi dengan uap air di udara dan membentuk tetesan asam sulfat. Sekitar 10 juta ton tetesan tersebut terakumulasi di stratosfer bumi dan membentuk kabut. Kabut inilah yang kemudian bertindak sebagai penghalang dan mengurangi jumlah sinar ultraviolet (UV) dan menghasilkan efek pendinginan.
- Pada 1989 sempat terekam gempa tektonik di sekitar gunung Agung
5 Aturan Tidak Tertulis Saat Mendaki Gunung Agung
- Dilarang membawa daging sapi dalam bentuk apapun
- Makanan yang dibawa harus dalam jumlah Genap
- Mengucapkan Izin saat melewati beberapa pos
- Dilarang memakai Baju berwarna Merah dan Hijau
- Wanita Hadi dilarang mendaki gunung ini