Cerita Pendaki Gunung Lawu di Malam 1 Suro, Banyak Kejadian Janggal
Cerita Wahyu di Gunung Lawu Pada Malam 1 Suro | Cerita Pendaki - Saat malam 1 Suro area Gunung Lawu memang dipenuhi beberapa pendaki atau peziarah yang akan melakukan bermacam ritual sesuai keyakinan mereka. Karena bagi kepercayaan masyarakat Jawa khususnya malam 1 suro merupakan malam yang sakral dan ada berbagai macam acara adat atau ritual berbeda di setiap wilayahnya.
![]() |
Cerita Pendaki Gunung Lawu Malam 1 Suro |
Lahir dalam turunan garis Resih Mayangkara atau diketahui dengan panggilan Hanoman, Wahyu memang dianugerahkan sebuah kekuatan khusus. Dia tergabung dalam Paguyuban Kasepuhan Jawi Ngesti Budoyo. Wahyu akui jika pendakian ini berasa demikian khusus sebab dia dan salah satu temannya, Eka, mendapatkan 'undangan khusus' dari si penguasa Gunung Lawu.
Bukan hanya itu, Eka sebagai salah satu pendaki wanita, rupanya masihlah mempunyai garis turunan ke-13 dari keluarga Raja Jayabaya.
Akhirnya, sepanjang proses pendakian berjalan, Wahyu dan teman-teman memperoleh banyak pengalaman mistik yang kemungkinan untuk orang pemula tidak dapat diterima logika dan akal sehat. Dari sini cerita diawali.
Dirasuki roh korban kebakaran
Walau telah berkali-kali mendaki Gunung Lawu, untuk pendakian menjelang malam 1 Suro pada 2017 lalu, Wahyu pilih memakai jalur Cemoro Sewu. Jalur berikut yang di-claim paling aman, sebab ada jalan setapak, dan beberapa warung makan untuk istirahat.
"Jika naik dari Basecamp, Cemoro Sewu itu paling aman, bahkan juga buat yang ingin mendaki sendiri diperbolehkan. Sebab saat itu banyak peziarah lintas agama, seperti umat Hindu yang yakini kepercayaan-kepercayaan itu," ungkapkan Wahyu saat dikontak Okezone via ikatan telepon, Jumat (30/8/2019).
Walau aman untuk didaki, jalur Cemoro Sewu ternyata dikenali sebagai salah satunya spot paling menyeramkan di Gunung Lawu. Ditambah sesudah kejadian kebakaran yang mengambil nyawa 7 pendaki sekian tahun lalu.
Betul saja, saat melewati jalur itu, Eka yang paling sensitif dan dapat berhubungan langsung dengan makhluk lembut, mendadak tidak dapat meredam beban di badannya. Dia jatuh dengan keadaan lemas dan menangis sesenggukan.
Berasa ada yang tidak kelar, Wahyu langsung dekati Eka untuk memberi bantuan. Keadaannya pada waktu itu rupanya telah dirasuki oleh roh gentayangan di Gunung Lawu.
"Saya ajak bercakap, mereka ngomong 'panas-panas'. Dari sana saya sadar jika Mbak Eka kerasukan roh korban kebakaran. Saya hanya dapat ngomong, saya dan lainnya akan tolong doakan agar mereka tidak ingin tahu," ungkapkan Wahyu.
Dengar perkataan Wahyu, Eka mendadak muntah, penanda jika beberapa roh gentayangan itu telah keluar dari badannya. Tetapi tidak beberapa lama selanjutnya, suara Eka kembali berbeda seperti suara seorang pria. Intonasinya kedengar benar-benar berat dan bicara dengan bahasa Jawa lembut.
Kesempatan ini yang merasuki badan Eka ialah roh eyangnya, Raja Jayabaya.
"Eyangnya masuk, dan langsung bicara 'Sugeng Rahayu'. Gue yang pada waktu itu kembali membuat teh, spontan menjawab 'Rahayu'. Lagi ia bicara bahasa Jawa halu, 'Putuku iki loro' (cucuku ini sedang sakit). Gue tahu saat itu Mbak Eka keadaannya kurang bugar, dan diserang Hipotermia. Gue langsung meminta maaf, dan eyangnya pamit," tutur Wahyu.
Mimpi berjumpa Raja Brawijaya
Di waktu malam datang, Wahyu dan beberapa temannya memilih untuk membangun tenda di muka warung Mbok Iyem. Mereka mau tak mau pilih tempat itu, supaya Eka dapat istirahat dan meneruskan perjalanan.
Disini, salah satunya rekan Wahyu namanya Risman, ikut alami sebuah pengalaman yang tidak terlewatkan. Berlainan dengan Wahyu dan Eka yang dapat berhubungan langsung, Risman malah berjumpa dengan sosok makhluk lembut dalam mimpinya.
"Sang Risman malamnya mimpi seperti dibantu ke Sendang Derajat oleh sosok pria berjubah. Lagi ia menjelaskan, 'Oh jadi kamu yang temani cucuku naik gunung. Kamu ingin meminta apa le?'. Berasa terkejut, Risman juga terjaga dari tidurnya. Ia baru sadar naik bukan dengan orang biasa," jelas Wahyu.
Pendakian juga diteruskan. Wahyu dan kelompok mengunjungi 4 spot ritus yang terbanyak dikunjungi peziarah yaitu, Sumur Jolo Tundo, Sendang Drajat, Hargo Dalam, dan Hargo Dumilah.
Pada tempat itu, Wahyu sebenarnya tidak turut lakukan ritus. Dia cuman tiba untuk sebatas berdoa dan kulo nuwun (izin) dengan penghuni pada tempat itu.
"Saya hanya sambat biasa-biasa saja dan berdoa. Karena kami tiba untuk penuhi 'undangan khusus'. Peziarah lain ada yang bermeditasi satu malem, diam diri, menyepi. Lagi ada yang motong ayam hitam supaya dipilih jadi kepala desa, ada yang cari pengetahuan, dan ada yang mengulik riwayat," kata Wahyu.
Diikuti 11 jin dan berjumpa Singa Lawu
Setelah tiba di puncak dan berkunjung 4 spot ritus, Wahyu dan kelompok memilih untuk langsung menuruni gunung. Anehnya, sesudah ritus malam 1 Suro usai, cuaca di sekitar Gunung Lawu tiba-tiba ceria tidak berkabut.
"Kami turun langsung melalui jalur Cemoro Kandang. Nah, di pos 4, teman saya ada yang ingin kencing. Ya sudah saya suruh izin dahulu. Lagi teman saya yang bernama Abay, seperti kelewatan jalannya tidak sadar ada teman yang kembali stop. Saya teriakkin lah ia, mendadak ada suara ngebas sekali seperti suara singa. Rupanya itu Singa Lawu," papar Wahyu.
Selanjutnya, dia menerangkan, jika wujud Singa Lawu seperti Singa Barong ciri khas Bali. Pada waktu itu, Wahyu akui tubuhnya saat itu juga langsung lemas dan roboh. Kebenaran dia memang bawa keril 85 liter.
Dapat disebut, perjalanan menuruni Gunung Lawu semakin lebih mencekam dibanding saat mendaki ke puncak. Masalahnya semua kelompok ikut melihat langsung, panorama-pemandangan tidak kasat mata.
Sama seperti yang dirasakan Risman, pria dari Solo ini baru berani membuka mulut sesudah melalui pos 4. Waktu itu, ia lah yang menggantikan barang bawaan Wahyu.
"Kata Risman, cocok kembali membawa beberapa barang bawaan saya, ia seperti kembali dikawal oleh pasukan kerajaan Eyang Brawijaya. Lantas ada sosok pria yang memakai mahkota berbuntuk kucup di atas kepala. Pada akhirnya ia yakin dengan beberapa hal semacam ini," ungkapkan Wahyu.
Di pos 2, Wahyu dan beberapa temannya kembali alami peristiwa mistik. Saat mereka melalui Kawah Candradimuka, salah satunya temannya rupanya dituruti oleh 11 jin. Perjalanan mau tak mau disetop sebab ia tidak dapat bergerak sama sekalipun.
Untungnya, di tengah-tengah perjalanan, Wahyu berjumpa dengan kelompok pendaki lain. Diantaranya kebenaran pelajari pengetahuan tenaga dalam dan dapat mengobati temannya.
Dikawal pasukan kerajaan
Peristiwa-kejadian mistik rupanya masihlah berjalan. Pucuknya, saat Wahyu dan kelompok akan ke arah pos 1. Saat itu, Eka yang mempunyai kisah lowback pain mendadak jatuh terduduk. Ingat langit mulai menggelap, Abay dan Risman turun terlebih dahulu untuk cari kontribusi.
Sesaat yang temani Eka cuman ada Wahyu dan salah seorang temannya. Embusan angin ribut dan rintik hujan, memaksakan Wahyu untuk selekasnya menandu Eka yang tidak dapat berjalan kembali.
"Mba Eka mendadak diundang sama eyangnya, 'Nduk rene sikilmu loro, sini ta tiup sek ben iso jalan' (nak kakimu sakit, sini saya tiup agar dapat jalan kembali). Sesudah peristiwa itu, Mba Eka ngantuk dan tidak sadarkan diri. Saya masih meneruskan perjalanan pada keadaan hujan," ungkapkan Wahyu.
Saat akan memberikan head lamp ke Eka, Wahyu tersentak dengar suara Eka yang kembali lagi beralih menjadi suara pria. Betul saja, Eka ternyata telah dirasuki oleh roh eyangnya yaitu, Raja Jayabaya dari Kerajaan Kediri.
Badannya juga tiba-tiba dapat berdiri dan berjalan kembali. Bahkan juga, ketika berada gundakan tanah yang tinggi, Eka ngotot melonjak dengan sikap badan yang tegap prima.
"Jalur Cemoro Kandang itu kiri kanannya hutan. Kabarnya banyak dilintasi macan dan babi hutan. Tetapi saat itu, saya kaget menyaksikan keadaan hutan di kanan kiri saya disanggupi prajurit kerajaan. Mereka tidak kenakan pakaian cuman gunakan celana warna hijau membawa tombak dan perisak begitu. Banyaknya seperti satu gagalyon begitu, ceritanya kami kembali di dampingi. Sebab saya kembali nganter cucu raja," sebut Wahyu.
Setelah tiba di hutan pinus yang jaraknya dekat rumah basecamp. Eyang Jayabaya dan kelompok juga pamit.
"Sampai hutan pinus, ia bicara begini, 'wes ngene wae'. Lagi saya berterima kasih, dan Mbak Eka juga muntah. Waktu jalan ke basecamp rupanya ke-2 rekan saya baru sampailah, walau sebenarnya mereka 1 jam terlebih dahulu dari saya," ujarnya.
![]() |
Wahyu bersama Teman-Temannya di Gunung Lawu |