Cerita Pendaki Pengalaman Mistis Gunung Gede Pangrango Part 1

Cerita Pendaki Pengalaman Mistis Gunung Gede Pangrango
4 Pendaki Alami Kejadian Mistis di Gn. Gede-Pangrango

Cerita Pendaki Pengalaman Mistis Gunung Gede Pangrango | Cerita Pendaki - Sebelumnya saya ingin jelasin beberapa hal; Pertama, semuanya yang ada dicerita ini murni pengalaman individu dan tanpa bumbu/rekayasa sama sekalipun. Ke-2 , beberapa nama yang ada di dalam cerita diganti/bukan nama sebenarnya. Ke-3 , alur cerita tidak untuk menakut-nakuti.

Cerita ini saya pikir bisa saja evaluasi untuk saya terutamanya dan kawan-kawan semua supaya selalu waspada saat beraktivitas di luar ruang. Selamat membaca dan masih menjaga kesehatanOk hand

Kenalin, nama saya Ryan, mahasiswa disalah satu universitas di kota Bandung. Untuk saya, hiking/naik gunung adalah rutinitas yang benar-benar saya sukai. Terkadang dapat dua minggu sekali saya ke alam bebas.

Di universitas, saya punyai beberapa teman yang senang dengan rutinitas alam bebas. Jadi kalau kemana saja, ada saja teman yang turut saya sekedar untuk camping di bumi perkemahan atau naik gunung.

Waktu itu liburan uas semester ganjil, saya dan 3 teman yang lain yaitu; Rama, Ahmad dan Fajri memilih untuk naik ke Gede Pangrango yang berada di wilayah Cianjur. Karena kami rasa Bandung ke Cianjur relatif deket, kami memutuskan untuk pergi memakai motor dari Bandung.

Awal Perjalanan Gn. Gede-Pangrango

Perkiraan perjalanan ke arah Cianjur kurang lebih seputar lebih kurang 3 jam kalau pakai motor. Sesudah melalui Cimahi, kami datang di Padalarang dan melipir ke pom untuk isi bensin.

Jalanan relatif sepi, tidak banyak kendaraan kecuali kami yang melalui. Sesudah isi bensin, kami juga kembali meluncur. Engga begitu ngebut dan perlahan, kami picu motor melalui daerah Padalarang.

Kami masuk di jalan yang dekat tempat daerah tambang kapur, jalan condong sepi dan banyak kelokan turun naik bukit. Saya yang pada waktu itu membawa motor, tibatiba rem tiba-tiba karena ada anak kecil yang nyebrang ditengah-tengah kegelapan. Nyaris saja ketabrak.

Anak kecil itu kurang lebih sekitaran umur anak sd, memakai pakaian main anak, tidak ada yang aneh sama sekalipun. Dia jalan perlahan-lahan dan condong lama. Saya juga ditepuk Fajri, dia bingung mengapa saya stop. Saya juga jelasin kalau ada anak kecil yang nyebrang dimuka.

Saat saya toleh kembali kedepan, anak kecil itu lenyap. Fajri ngomong kalau dimuka gada siapa saja yang nyebrang. Fajri ngira kalau saya stop untuk ngucek mata karena debu kapur benar-benar kacaukan. Saya juga termenung, bulu kuduk saya berdiri. Tidak berpikir panjang, saya selekasnya jalan kembali.

Sekalian gas perlahan-lahan, saya check melalui spion, dan rupanya anak kecil itu ada di tepi jalan. Dia menyaksikan saya dengan muka pucat, mata merah menonjol dan senyuman yang paling panjang. Saya semakin bergidik, saya gas dan coba susul Rama yang ada dimuka.

Kami juga pada akhirnya berjumpa di taman asmaul husna, 1 jam saat sebelum masuk di Kota Cianjur. Disana Fajri jelasin mengapa saya dan dia dapat lama. Rama juga ketawa, rupanya dia menyaksikan, tetapi figurnya sedang bergelantung di atas pohon yang besar. Rupanya saya berdua sial.

Sesudah istriahat sesaat, kami meneruskan perjalanan kembali ke arah Kota Cianjur. Lebih kurang satu jam, pada akhirnya kami sampai di dalam rumah Ahmad. Kami bebersih, makan dan ngobrol-ngobrol sesaat di luar.

Rama juga bercerita, sesungguhnya dia berasa terganggu saat dijalan. Sesudah masuk di jalan yang gelap, dia berasa kalau ban motornya bocor, Rama juga memutus stop dan memeriksa, rupanya gak bocor. Kemudian, dia meneruskan perjalan kembali.

15 menit selanjutnya, Rama stop kembali karena dia berasa ban berasa bocor karena ban belakang berasa goyang. Saat di check, rupanya aman gak bocor. Awalannya ia rasa kemungkinan itu cuman hatinya saja. Tetapi, sesudah 15 menit berlalu, ban nya berasa goyang kembali.

Selanjutnya dia memutus stop dan memeriksa ban, rupanya masihlah aman. Dia juga memeriksa klaher dan beringnya, rupanya aman juga. Sesudah Rama sadar dia rasakan hal yang ganjil, dia juga selekasnya berdoa.

Sesudah usai, Rama juga langsung menyaksikan ada figur wanita disebrang jalan. Figur itu menggunakan baju warna putih dan berlumuran darah. Dia seperti terlihat melambaikan tangannya. Pada akhirnya, mereka segera pancal gas semaksimal kemungkinan.

Usai dengar cerita Rama, seputar jam 1/2 2 kami juga segera ke arah ruang tidur. Tubuh sudah kerasa sekali pegel-pegel. Saya juga berusaha untuk tidur. Dan, jam 3 saya juga kebangun karena merasa panas dan panas sekali pada waktu itu.

Sejauh perjalan, saya dan Ahmad bercakap ngalor-ngidul untuk merusak kesunyian. Situasi waktu itu memang sepi, cuman ada suara burung dan gesekan daun karena angin. Ahmad juga kadang-kadang stop, tetapi saya terus dorong supaya tidak begitu lama istirahat.

Saya berjalan pas ada di belakang Ahmad, kemungkinan beda 10 meter. Jadi kami sama-sama bercakap tanpa menyaksikan keduanya. Ahmad memang tipikal orang yang senang bergurau, dapat disebut team hore, jadi tiap apa yang dilakukan memang lucu. Dia tidak berhenti-hentinya keluarkan jokes receh.

Saya juga ketawa kecil, anehnya di tiap saya tertawa, suara saya terasanya bergema, seperti 2 lapis suara. Hal tersebut dirasa Ahmad, ia juga sempat pernah menanyakan kenapa dapat terjadi refleksi suara. Saya coba menerangkan dengan argumen yang spontan, sekalian cari pemicu suara itu.

Kami berdua cuek, kami ketawa dan suara tertawa saya memang masih seperti menggema. Saya ingin tahu. Sampai pada akhirnya, saat kami sama-sama ketawa kembali, saya langsung spontan stop tertawa. Anehnya suara ketawa itu masihlah ada dan terang tepat ada di belakang saya.

Jarak suaranya juga gak jauh, kemungkinan 5-10 meter. Kelihatannya, Ahmad gak sadar, saya coba tenangin hati dan pemikiran. Kalau saya cemas, apa lagi Ahmad. Suara ketawa itu terus menemani perjalanan kami ke arah Pos 2. Saya usaha cuek, meskipun tubuh sudah 1/2 bergidik.

Jalan Ahmad memang lamban, tp tetep saya press agar sesuai sasaran waktu. Pada akhirnya, kami juga sampai di Pos 2, seputar jam 1/2 2. Melejit satu jam dari prediksi. Disitu saya pada akhirnya bertemu kembali sama teman yang lain, kita memilih untuk makan siang, ngisi tenaga.

Situasi di Pos 2 yakni Pos Buntut Lutung lumayan ramai, tetapi umumnya ialah pendaki yang turun. Saya juga sempat bercakap dgn pendaki lain, rupanya ada 2 rombong lain yang telah naik keatas. Jadi kelihatannya ada 3 kelompok yang mendaki pada hari yang serupa dengan kami.

Cerita Pendaki Alami Kejadian Mistis di Gunung Gede-Pangrango
Pos 2 Gn. Gede-Pangrango (Shelter Rawa Denok 2)