Cerita Pendaki Pengalaman Mistis Gunung Gede Pangrango Part 2
![]() |
Cerita Mistis Pendaki Gn. Gede Pangrango |
Cerita Pendaki Pengalaman Mistis Gunung Gede Pangrango Part 2 | Cerita Pendaki - Kembali Lagi admin melanjutkan kisah Ryan di Gunung Gede Pangrango, ini merupakan kelanjutan dari Cerita Pendaki Pengalaman Mistis Gunung Gede Pangrango yang beberapa waktu lalu admin bagikan.
Ini merupakan bagian yang cukup banyak kejadian menyeramkan, tetapi masih banyak kejadian lainnya yang akan kita bahas sampai selesai. Hanya saja dikarenakan kisah yang cukup panjang, maka admin Cerita Pendaki akan membaginya dalam beberapa Part agar mudah dan nyaman untuk dibaca.
(Lanjut)
Makanan juga diadakan, kami melahap ikan hasil panen. Cukup juga. Sesudah makan, kami istirahat sesaat sekalian membenahi sampah sisa makan. Gua simak ada 2 org pendaki yang naik, lalu gua sapa dan ajak bercakap. Rupanya mereka dari Bekasi.
Mereka pamit untuk naik lebih dulu. Bagus, gapake istirahat gumam gua dalam hati. Lantas, Fajri juga tanya, "ngapain lu bicara sendiri?" Lah, pasti gua bercakap dengan orang. Kawan-kawan yang lain juga memberikan keyakinan kalau gua bicara sendiri. Aneh. Kemungkinan mereka gak sadar kali ada yang melalui
15 menit selanjutnya, seputar jam 2 kami meneruskan perjalanan. Awalannya kami jalan bersama-sama, tetapi perlahan-lahan pada akhirnya terpencar kembali. Gua dan Ahmad masih ada paling belakang. Waktu itu, langit tbtb mendung. Walau sebenarnya awalnya terik panas. Kabut juga perlahan-lahan turun.
Situasi hutan yang gelap ditambahkan kabut memang ngeri-ngeri lezat. Pada akhirnya kondisi itu disempurnakan oleh hujan yang turun benar-benar deras. Gua dan Ahmad selekasnya menggunakan jas hujan. Perjalanan kesempatan ini lebih berat dengan keadaan yang kurang untung.
Ahmad juga semakin berjalan lamban, gua coba mememahami. Dia sedikit menyambat karena lelah dan hujan. Gua terus memberi semangat. Sampai selanjutnya, Ahmad tbtb duduk dan bertumpu di bawah pohon besar. Kemungkinan lelah. Gua juga ngajak bercakap, tetapi ia masih diam dgn tatapan kosong.
Gua mulai cemas, gua coba dorong tubuh Ahmad, ia tetep diem, gua juga pada akhirnya nepuk bahu ia sekalian suruh istighfar. Ahmad tibatiba seperti terkejut, ia merasa kaya orang bingung. Dia hanya ngomong gapapa. Ditengah-tengah hujan yang deres, gua suruh ia untuk istirahat sesaat.
Seputar 5 menit, kita meneruskan perjalanan. Ahmad menyambat jika punggung ia berasa berat. Gua memutuskan untuk membawa tas ia, jadi gua gendong dua tas. 10 menit selanjutnya, Ahmad berasa punggungnya masih berat dan ia justru kepanasan. Gua terus coba menentramkan ia.
Gua coba suruh Ahmad untuk baca istighfar terus. Pada akhirnya ia berasa baikan. Sekarang air hujan beralih menjadi es. Kami berdua didera hujan es. Ahmad berjalan lebih lamban. Gua terus coba semangatin ia supaya maju terus.
Kami berdua berjalan antara hujan es dan gelapnya hutan. Gua terus menyemangati Ahmad. Meskipun dalam hati gua sebenernya cukup cemas. 1/2 jam berjalan, Ahmad minta untuk break kembali, gua iya kan. Gua juga melihat ke belakang, ke bawah tanjakan.
Saat gua simak ke belakang, gua samar-samar simak figur wanita dibalik pohon. Perlahan-lahan, figur itu merayap naik sampai duduk di atas dahan pohon. Kakinya mengayun-ayun, mukanya tertutup oleh rambutnya yang panjang.
1/2 ketakutan, gua minta Ahmad untuk meneruskan perjalanan. Kami juga kembali berjalan dengan track yang cukup terjal. Seputar satu jam selanjutnya, kami juga sampai di Pos 3 yakni Pos Lawang Saketeng.
Kami juga pada akhirnya berjumpa kembali, gua dan Ahmad datang di Pos 3 seputar jam 4 kurang. Bermakna nyaris 6 jam kami berjalan dari bawah, meleset dari prediksi, ini juga baru sampai pos 3, kami perlu melalui 2 pos lg untuk sampai di Alun-alun Suryakencana.
Kami istirahat sesaat, hujan tetap turun, tp tidak begitu deras. 10 menit sekedar duduk, kami berdiri dan berjalan kembali. Semestinya paling terlambat 2 jam kami dapat sampai ke Suryakencana timur.
Hujan membuat jalanan becek dan demikian licin, kami waspada. Gua dan Ahmad masih berjalan dipaling belakang. Tas Ahmad yang sebelumnya berada di gua sekarang kembali dia gunakan. Kami berjalan perlahan-lahan.
Hujan juga surut. Gua periksa kembali kaki Ahmad, rupanya kecuali sisi betis yang lebam, pergelangan kaki nya juga lebam. Gua memilih untuk istirahat, menanti kaki Ahmad yang sembuh.
10 menit berakhir, Ahmad coba berjalan, rupanya tidak dapat. Supaya tidak ada hal yang lebih kronis, gua memutuskan untuk stop mendaki, lebih bagus turun. Tetapi, Ahmad menampik, dia berasa dapat. Kami berdua diskusi panjang.
Jika turun, dia ingin turun sendiri, dia berasa tidak nikmat dgn kawan-kawan yang lain, dia berasa jadi beban, rupanya dia menangis. Gua menentramkan dan memberikan argumen, mustahil jika Ahmad turun sendiri dengan keadaan spt itu. Naik bersama, turun bersama. Gabisa masing-masing
Ahmad masih bersikukuh jika dia ingin turun sendiri, emosi gua mencapai puncak, gua sentak Ahmad berulang-kali, karena gua yang ketua kelompok, gua memiliki hak memutuskan, gua gapengen kalau kelak justru lebih kronis. Ahmad masih meredam air matanya. Gua coba menentramkan diri kita
Tidak lama, ada kelompok pendaki lain yang naik. Menyaksikan kami berdua, kelompok tersebut menanyakan mengenai keadaan kami. Gua juga menerangkan. Pada akhirnya gua minta kelompok itu untuk temani Ahmad, gua berusaha untuk susul kawan-kawan gua yang di atas untuk turun kembali.
Kelompok itu juga menyetujui. Tas gua taro dan lari keatas dengan modal jas hujan disaku celana. Gua lari secepat-cepatnya, dgn napas yang pendek dan kaki gemetaran gua terus lari melalui tanjakan terjal yang licin. Selekasnya gua harus mendapati kawan-kawan yang lain.
15 menit berlalu, gua berjumpa dengan Fajri dan Huda. Gua menerangkan kalau Ahmad kakinya terkilir dan gabisa meneruskan perjalanan, mereka juga pada akhirnya segera turun untuk susul Ahmad. Gua lanjut lari cari Rama dan Agi.
Rupanya gua belum nemu Rama dan Agi. Karena capek lari, gua memutuskan istirahat, lagian Ahmad sudah ada yang nemenin. Gua duduk di atas tanah yang becek, sedikit tiduran karena tubuh pegel. Saat gua baru nengok keatas, rupanya figur wanita yang awalnya tepat ada di atas gua.