Cerita Pendaki Pengalaman Mistis Gunung Gede Pangrango Part 3
![]() |
Cerita Mistis Pendaki Gunung Gede Pangrango |
Cerita Pendaki Pengalaman Mistis Gunung Gede Pangrango Part 3 | Cerita Pendaki - Matanya melotot sekalian tersenyum. Tanpa aba-aba gua langsung lari, gak nengok-nengok, penglihatan konsentrasi kedepan. Gak kadang-kadang gua jatoh karena licin dan kedengar suara tertawa wanita. Gua semakin kacau-balau. Gua teriak manggil Rama dan Agi, rupanya ada yang nyaut.
Wooy, kedengar suara sautan itu. Gua tetep teriak dan suara sautan juga masih kedengar. Saat suara itu berasa sudah deket, mengapa justru ngejauh kembali. Gua ngomong, "nantikan tidak boleh terus jalan". Tibatiba ada di belakang gua ada yang jawab. "Mengapa? Takut ya?"
Ketakutan gua mencapai puncak. Ingin nengok takut. Gak nengok ingin tahu. Pokonya gua benar-benar diem, bingung ingin ngapain. Pada akhirnya, gua ngumpulin keberanian, gua berpura-pura cuek, sekalian jalan, gua coba nengok pelan-pelan kebelakang.
Dan, sesudah gua nengok kebelakang. Gua simak figur wanita yang td, ia ada 10meter ada di belakang, benar-benar deket. Matanya merah, rambutnya nyentuh tanah, mukanya berlumur darah dan ia senyuman ke gua. Tubuh gua langsung kaku, ingin mengalihkan muka saja sulit, boro-boro lari.
Lebih kurang jika digambarkan begini mukanya. Sekalian tersenyum, figur itu melambaikan tangannya mengarah gua.
Menyaksikan gua yang ketakutan, mereka juga langsung dateng mendekati gua. Gua jelasin kalau Ahmad kakinya kekilir, gabisa lanjut jalan. Dengar hal tersebut, mereka segera ajak untuk turun menjumpai Ahmad. Gua yang masih trauma, minta supaya gua berjalan antara mereka berdua.
Kami turun dengan kecepatan penuh. 5 menit selanjutnya, kami berjumpa dengan kelompok pendaki yang awalnya jagain Ahmad. Ucapnya teman kami sudah dateng. Gua juga ngucapin banyak terima kasih. Kemudian kami lanjut turun dan berjumpa dengan Ahmad dan yang yang lain.
Keadaan Ahmad mulai lebih baik, tetapi untuk lanjut naik gak menungkinkan. Dia juga terus menerus mohon maaf. Gak umumnya Ahmad nampak muram. Sesudah berunding, kami memilih untuk tidak turun tp menginap dan membangun tenda, meskipun tanahnya cukup miring tp untuk 2 tenda cukup.
Langit kembali gelap, kami segera membangun tenda dan menghamparkan flysheet. Sesudah usai, Ahmad gua suruh untuk tukar pakaian dan bebersih, selanjutnya kami sama-sama berganti-gantian masuk dan membenahi isi dalam tenda.
Seputar jam 7, kami mulai mengolah untuk makan malam, Ahmad bisa bergurau dan ketawa kembali. Situasi kembali hangat. Karena takut rembes kalau hujan, gua juga membuat parit disekitar tenda.
Gua pakai headlamp soalnya di luar gelap, karena masih cukup takut, gua ajak bercakap kawan-kawan yang didalem tenda, gua masih konsentrasi membuat parit disekitar tenda, terus tibatiba Ahmad nyeletuk "lo takut setan kan jadi ngajak bercakap kita?" Bajingaan, gumam gua dalam hati.
Sesudah Ahmad ngomong gitu, gua tiba tiba bergidik gak terang, di kegelapan yang berada di belakang gua rasanya ramai sekali. Gua juga cepat-cepat kelarin parit dan masuk dalam tenda.
Sesudah masak, kami makan dengan lahap. Lantas seduh air panas dan ngopi sekalian bercakap. Situasi benar-benar hening, gaada siapa saja yang melalui sesudah kami membangun tenda.
Gua tidur berempat dengan Rama, Fajri dan Ahmad. Sedang Agi di tenda dgn Huda. Sebab menganggap cukup parno, gua tidur ditengah-tengah. Seputar jam 9 malam, kita juga memutuskan untuk tidur.
Gua juga tertidur, singkat cerita, seputar jam 1 gua bangun karena suara hujan. Di luar hujan lebat. Karena telah buat parit, tenda kami juga aman. Tetapi, gua sulit untuk tidur kembali, gua merasa aneh dengan beberapa suara di luar tenda. Karena minimal gua ditenda ber-4.
Dimulai dari suara semak-semak yang aneh dan suara burung di atas tenda temani gua yang sulit tidur. Gua juga mengambil ponsel dan main game untuk cari ngantuk. Sesudah cukup lama, di luar tenda gua ngedenger suara rintihan wanita minta bantuan. Suara itu beralih-pindah tempat.
Dimulai dari dimuka, belakang dan samping. Sampai pada akhirnya suara rintihan itu berpindah keatas tenda dan berteriak seperti kesakitan. Langsung gua terkejut dan bangunin Fajri yang ada selain gua. Ia juga terjaga dan tanya gua mengapa. Gua hanya menggeleng.
Fajri ngomong kalau ia kepingin pipis, gua juga meredam ia untuk gak keluar dengan argumen hujan. Tetapi ia merasa sudah gabisa ditahan. Lagian ingin pipis di tepi tenda, masih terhambat flysheet ucapnya. Pada akhirnya gua iya kan. Ia juga minta bantuan disorotin dari dalam tenda.
Sesudah istirahat, kami berjalan kembali, tinggal melalui Alun-alun Suryakencana selanjutnya ke arah puncak. Disepanjang perjalanan, cuaca cukup ceria, cahaya matahari masuk antara pohon-pohon yang lebat. Ahmad dapat berjalan baik ditolong oleh treking pole yang gua pinjamkan.
Lebih kurang 2 jam berjalan, pada akhirnya kami sampai di Alun-alun Suryakencana timur. Sekalian melepaskan capek, kita juga memilih untuk istirahat. Apalagi baru jam 11 siang. Kami beberapa foto sekalian menyaksikan padang/sabana yang luas, dihias dengan pohon edelweis yang kering pada waktu itu.
Gua usulkan untuk berjalan kembali dan istirahat semakin lama di Alun-alun Suryakencana barat yakni pintu masuk jalan ke arah puncak. Sekalian berjalan kami mendokumentasikan beberapa photo. Hayo, terka gua yang mana?
45 menit selanjutnya kami sampai di jalur ke arah puncak. Kami masak untuk kepentingan tenaga, makan siang. Karena kebenaran stock air tipis, kita untuk pekerjaan. Rama dan Huda ngambil air mengarah track Salabintana, Agi dan Fajri masak, sedang gua bekerja untuk tiduran. Cape bet
Rama dan Huda kelar ngambil air, Agi dan Fajri juga usai masak. Kita makan untuk bekal tenaga perjalanan ke puncak. Kurang lebih perlu waktu 1-2jam untuk sampai ke sana.
Seputar jam 1 kami lanjut berjalan ke arah Puncak Gede, langit mulai beralih menjadi gelap. Karena track berbatu, cukup melelahkan. Tidak berasa, rupanya kami pisah kembali. Kesempatan ini terdiri 2; Gua, Ahmad dan Fajri ada di belakang sedang bekasnya dimuka.
Ahmad berulang-kali meminta break, punggungnya berasa sakit meredam beban. Gua selanjutnya tawarkan supaya tasnya dibawa gua, supaya perjalanan dapat sedikit bisa lebih cepat. Ia menyetujui. Singkat cerita, kami sampai di Puncak Gede seputar jam 3 sore.